Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement

metrosurakarta
10/02/2025, 10/02/2025 WIB
Last Updated 2025-10-19T14:43:37Z
PendidikanSEJARAH

Kesaktian Pancasila Dalam Kenangan Monumen Perisai Pancasila

Advertisement

 

Foto lama saat Tukidjo Martoadmojo meresmikan monumen perisai Pancasila/ Foto: arsip Undha AUB


PENDIDIKAN-Monumen Perisai Pancasila yang berdiri di bantaran sungai Bengawan Sala, Pucangsawit, Jebres, Solo, merupakan bangunan bersejarah yang di bangun para pejuang sebagai pengingat peristiwa berdarah Gerakan 30 September PKI yang pernah terjadi di Kota Surakarta.


Pembangunan tugu monumental tersebut di prakarsai Yayasan Dharma Pancasila yang di dirikan pada tahun 1966. Sedangkan salah satu tokoh pemrakarsanya adalah Tukidjo Martoatmodjo, pendiri perguruan tinggi AUB Surakarta.


Selama berjuang di masa kemerdekaan sampai setelah pecah peristiwa G30S PKI, Tukidjo bersama para kawan seperjuangan tidak hanya berjuang memamnggul senjata, tetapi juga mendirikan monumen untuk mengenang sejarah perjuangan agar tidak hilang di telan masa.


Oleh karena itu pendirian monument Perisai Pancasila yang di bangun di bantaran Sungai Bengawan Sala atau yang dulu di kenal dengan peristiwa Kedung Kopi, salah satunya adalah untuk mengingat  G30S PKI di Kota Solo.


Gerakan 30 September 1965 (G30S PKI) merupakan peristiwa pemberontakan atau kudeta yang di lakukan Partai Komunis Indonesia kepada Pemerintahan era Soekarno dan ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi komunis.


Galih W Wardhana

Selain itu Monumen Perisai Pencasila juga sebagai simbol kesaktian Pancasila di dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia, ujar Galih Wisnu Wardhana, Akademisi Undha AUB Surakarta sekaligus salah satu cucu pendiri Yayasan Dharma Pancasila.


Perisai Pancasila kata Galih juga sebagai menumen pengingat para generasi muda tentang nilai nilai pengamalan Pancasila didalam menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa. Lima gambar dalam Perisai Pancasila adalah symbol nilai nilai yang harus di implementasikan di setiap nafas kehidupan di republik ini.


Pancasila bukan hanya untuk menjaga dan merekatkan perbedaaan antar suku, agama dan bahasa, akan tetapi Pancasila adalah asas dasar dalam menjalin hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kekokohan ideologi Pancasila juga teruji di setiap peristiwa dari jaman ke jaman.


Tempat awal monumen perisai Pancasila di bangun

Oleh karena itu melalui symbol dan semangat kebersamaan tanpa menghilangkan nilai sejarah yang ada, Monument Perisai Pancasila hendaklah menjadi pengingat, khususnya para generasi muda agar senantiasa mengenang dan mengikuti jejak para pejuang yang tulus iklas berkorban jiwa dan raga untuk Bangsa dan Negara Indonesia.  


Bertepatan pada tanggal 1 Oktober ini kita harus melakukan refleksi diri, introspeksi diri untuk melihat kembali hal-hal yang sudah berjalan dalam hidup ini. Mengenang sejarah masa lalu adalah bagian dari kita merefleksi diri secara kebangsaan, agar sebagai masyarakat kita dapat memberikan sumbangsih pengabdian untuk bangsa dan negara.


Apaladi sebagai seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, pemikiran dan pengabdian masyarakat, bangsa dan negara, adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Sehingga melalui refleksi tersebut kita akan memiliki kesadaran pada apa yang sudah kita berikan dan sumbangsihkan kepada masyarakat.


Pancasila bagi Tukijo Martoadmodjo bukan sekedar symbol dan nilai yang harus di jaga, melainkan pijakan perjuangan tanpa henti meski Indonesia sudah Merdeka. Melalui dunia Pendidikan yang di dirikan pada masa awal kemerdekaan lewat Yayasan Dharma Pancasila, Tukidjo tanpa pernah mengenal lelah kemudian berjuang mencerdaskan bangsa.


Bagi Tukijo, perjuangan melalui dunia pendidikan bukan hal yang mudah di lakukan. Karena akan terus berlanjut meski nafas tinggal sesaat. Bahkan saat dia nanti wafat, generasi berikutnya harus bisa melanjutkan estafet perjuanganya.


Monuem Perisai Pancasila di lokasi sekarang yang berada tak jauh dari lokasi awal. 

Sehingga atas dasar ini Tukijo Martoadmodjo merintis dunia pendidikan di Kota Solo. Sebab hanya dengan ilmu pengetahuan Bangsa Indonesia akan maju, tidak gampang di jajah dan di adu domba.


Tahun 1953, Tukidjo mulai mendirikan SMP Dahana di Kampung Sewu. Sekolah tersebut wujud nyata upaya dia memberantas kebodohan dan kemiskinan.


Berlanjut pada awal 1960-an, ia memprakarsai pembangunan enam ruang kelas sekolah dasar di Purwodiningratan, Solo. Proyek ini bagian dari Upaya dia mendukung program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah.


Setelah pembangunan selesai, sekolah tersebut lantas diserahkan pemerintah sebagai bentuk dedikasinya terhadap pembangunan bangsa. Di tahun yang sama Tukidjo mendirikan Taman Kanak-Kanak Siwi Peni, Purwodiningratan, untuk pondasi langkah mencetak generasi berkualitas.


Tahun 1969, Yayasan Dharma Pancasila mendirikan Akademi Uang Bank Pancasila sebagai cikal bakal perguruan tinggi Universitas Dharma AUB Surakarta. Atas restu para sesepuh diantaranya, GPH Hadiwidjaya, KHP Soemoharjomo dan Ki Nartosabdo, tahun 1972 Tukidjo mendirikan PLKJ (Pusat Lembaga Kabudayan Jawi).


Tahun 1973 mendirikan Akademi Pendidikan Sekretaris yang sekarang menjadi Akademi Sekretaris dan Manajemen Pendidikan (ASMI) Solo. Kemudian, mendirikan Akademi Teknik Perindustrian (ATP) Surakarta pada tahun 1976.


Disusul dua tahun kemudian mendirikan Akademi Transmigrasi dan Tenaga Kerja Indonesia (ATTKI) yang sekarang menjadi Akademi Managemen Industri (AMI) Surakarta. Tukidjo juga mendirikan SMA Pancasila, Solo, SMA Pancasila Pedan, SMP Dharma Pancasila di Mojosongo, Solo, serta beberapa TK Dharma Pancasila di Kota Solo.


Tahun 1968 mendirikan Biro administrasi dan Pelayanan Masyarakat (BAPEMAS) dan mendirikan kursus kursus tertulis (S.A.A dan S.P.A) pada tahun 1973.


Setahun sebelumnya Tukidjo juga mendirikan lembaga pengamalan Pancasila dengan mengadakan sarasehan dan penataran tentang pengamalan Pancasila.


Di susul mendirikan lembaga komunikasi konsumen dan produsen pada tahun 1973, serta persatuan pengarang sastra jawa dan Indonesia, Koran Mardiko Dharmakanda yang terbit pada tanggal 5 Oktober 1969 dan LPK Dharma Pancasila dan Poliklinik Tri Dharma Husada pada tahun 1995.


Sederet perjuangan Tukidjo Martoatmodjo merintis dunia pendidikan ini tentu bukan usaha yang mudah, butuh kerja keras dalam berjuang. Atas hasil kerja keras yang di capai tersebut maka tidaklah aneh jika pendiri Yayasan Dharma Pancasila di juluki sebagai pelopor dunia pendidikan swasta di Kota Solo.

(Tok)