Usulan Pembangunan Patung Pahlawan Nasional PB X Mencuat Saat Rapat Kerja Pengurus Harian FBM

                                                  Ketua Umum FBM (Kanan) bersama Wakil Ketua FBM (kiri)

BUDAYA-Usulan pembangunan patung Paku Buwono X sebagai ikon Kota Surakarta mencuat pada saat rapat kerja pengurus harian Yayasan Forum Budaya Mataram yang digelar Jumat siang (16/5) di kantor sekretariat Forum Budaya Mataram, Sriwedari, Solo.


Usulan itu di sampaikan oleh Ketua FBM, pasalnya Solo (Kota Surakarta) sebagai Kota Budaya memiliki hubungan histori sejarah  yang sangat erat dengan Keraton Kasunanan Surakarta.


Sehingga dengan adanya ikon tersebut tidak hanya meneguhkan Solo sebagai Kota Budaya, akan tetapi juga mampu memberikan visualisasi sejarah kepada para generasi muda.


BACA JUGA: Jambore Keris Nasional, FBM Apresiasi Upaya Penyelamatan Tosan aji


Apalagi Paku Buwono X merupakan pahlawan nasional asal Surakarta, secara history sangat tepat bila di pakai menjadi ikon patung di Kota Solo, ujar Dr. BRM Kusuma Putra, S.H,M.H selaku Ketua Umum Forum Budaya Mataram.


Paku Buwana X ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia atas jasa dan peran aktif dalam perjuangan pergerakan nasional. Ia mepelopori pembangunan infrastruktur, sosial ekonomi, Kesehatan, pendidikan rakyat, serta pembentukan jati diri bangsa dan integrasi nasional.  


Dalam pergerakan nasional, Paku Buwana X mendukung para pelopor perjuangan nasional melalui pemberian fasilitas, materi, keuangan dan moral. Selain itu, ia juga berperan serta membantu pergerakan Budi Utomo dan pendirian sarekat dagang islam.  


Sebagai warga Solo kita tidak bisa melupakan sejarah asal usul nama Surakarta yang di berikan oleh PB II semasa perpindahan Keraton Mataram Kartasura ke Dusun Sala, yang kemudian beralih nama menjadi Negari Surakarta Hadiningrat.  


Begitu juga pada saat perang melawan kolonialisme penjajahan, sebagai penerus PB II, Sunan Paku Buwono X banyak memberikan sumbangsih sangat besar bagi terwujudnya Negara Republik Indonesia.


Oleh sebab itu pembangunan patung PB X sebagai  ikon Kota Surakarta yang mencuat dalam rapat pengurus harian FBM tentu di dasari atas histosi sejarah yang ada.


Usulan ini juga akan menjadi kajian para sejarahwan, budayawan, di internal Forum Budaya Mataram. Sehingga akan menjadi bahan rujukan untuk pemerintah daerah, jika Pemkot Surakarta menindak lanjuti usulan tersebut, jelas Ketua umum FBM.


Kusuma menegaskan bahwa Solo adalah Kota Budaya. Sumber kebudayaan Jawa yang ada di Nusantara. Sehingga keberadaan Kota Surakarta tak bisa di ingkari bagian dari sejarah Keraton Surakarta


Saat ini kita melihat wajah Solo sebagai Kota Budaya kian hari kian hilang. Bahkan pengembangan pembangunan Kota Surakarta sebagai Kota Budaya yang seharusnya berpegang pada nilai kearifan yang ada sekarang sudah tidak kita lihat.


Kebijakan pembangunan kota tersandera oleh kepentingan politik dan kekuasaan.  


Imbasnya, tanpa kita sadari culture masyarakat yang dulu sangat menghargai adi luhung budaya sekarang semakin hilang. Sehingga akan berdampak pada perubahan perilaku dan karakter masyarakatnya.


Jika hal itu tidak kita sadari bersama, maka generasi muda di masa yang akan datang hanya akan menjadi robot yang mudah di kendalikan untuk kepentingan sesaat.


Sejarah adalah DNA bangsa, jika sejarah bangsa rusak maka hilang pula ingatan generasi muda pada asal usul dan leluhurnya. 


Oleh karena itu melalui pembangunan patung pahlawan PB X sebagai ikon budaya di Kota Solo, di harapkan akan dapat memajukan Solo sebagai Kota Budaya di masa yang akan datang. Akan membawa dampak positif bagi perkembangan sektor ekonomi, pariwisata dan perdagangan.


BACA: Wayang Sebagai Sarana Siar Dan Dakwah Walisongo


Selain usulan pembangunan patung pahlawan Nasional PB X, beberapa program yang sudah di gagas oleh FBM diantaranya festival nasi liwet, diskusi sejarah dan budaya saat bulan sura atau  muharram, usulan pembangunan gedung kesenian, pemutaran music gamelan saat waktu tertentu di instansi, pasar dan Lembaga pemerintah, serta usulan lahirnya perda penulisan aksara jawa untuk nama nama instansi dan lembaga yang ada di lingkungan Kota Surakarta, serta pengenaan pakaian adat jawa saat hari tertentu di sekolah dan instansi, lembaga pemerintah.


Hal itu di usulkan untuk menumbuhkan rasa kecintaan kita pada budaya bangsa, khususnya budaya Jawa yang ada di Kota Surakarta.


Sementara itu terkait dengan adanya sekolah swasta berbasis kebudayaan yang ada di lingkungan keraton Kasunanan Surakarta yang sekarang kondisinya memprihatinkan, Kusuma berharap pemerintah kota turut serta memikirkan hal tersebut.


Apakah tetap akan dipertahankan keberadaanya menjadi sekolah berbasis kebudayaan, seperti sekolah olah raga, atau di jadikan sebagai heritage Pendidikan karena memiliki banyak sejarah di dalamnya. / Jk

 

 

close