Prosesi Bongkar Pawon Adang Di Keraton Kasunanan Surakarta


Prosesi bongkar pawon  kagungan dalem : Foto: Istimewa


BUDAYA-Minggu pagi, (14/09), Keraton Kasunanan Surakarta melakukan prosesi bongkar pawon Kagungan Dalem Gondorasan. Setelah sebelumnya tempat tersebut dipakai untuk menggelar tradisi adat hajad dalem Adang (menanak nasi) Dandhang Kanjeng Kyai Duda bertepatan pada tahun Dal dalam penghitungan kalender Jawa.

Pembongkaran di lakukan oleh abdi dalem keraton di pimpin KP Haryawan Wandiro Joyonagoro, yang di awali dengan upacara wilujengan sebagai wujud ungkapan rasa syukur Keraton Kasunanan beserta para kawulanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

‘ Material pembongkaran selanjutnya akan di larung di pantai ke parangkusuma sebagai symbol penyucian sekaligus rasa syukur kepada Tuhan‘ Jelas KP Haryawan Wandiro Joyonagoro.

Yang sama, KPA Dani Nur Adiningrat menambahkan, prosesi pembongkaran merupakan dawuh dalem Sinuhun PB XIII, agar adat dan budaya jawa yang ada di Keraton Surakarta tetap terjaga dengan baik, dapat di amalkan kepada para generasi muda sebagai warisan luhur yang sarat dengan makna filosofi budaya Jawa.

Oleh karena itu Keraton Surakarta senantiasa akan selalu menjaga tradisi tersebut dengan baik. Sebab tradisi dan adat istiadat adalah napas kehidupan budaya Jawa.

Tradisi bongkar pawon sebut KP Dani bukan sekadar prosesi biasa, namun bukti keteguhan Keraton Surakarta di dalam menjaga adat dan tradisi budaya jawa sebagai salah satu jati diri bangsa yang harus di jaga kelestarianya.

Sementara itu, tradisi adang atau menanak nasi menggunakan dnadhang Kangjeng Kyai Dudo merupakan prosesi sacral yang di selenggarakan pertepatan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tahun Jawa Dal 1959 / 2025 M, atau delapan tahun sekali.

Kanjeng Kyai Dudha adalah pusaka milik Dewi Nawangwulan yang di peristri oleh Jaka Tarub. Setiap hari dandhang tersebut di pakai untuk menanak hanya dengan sebulis beras. Ajaibnya butiran beras tersebut konon dapat berubah menjadi nasi yang tak pernah habis.

Seiring dengan berkembangnya waktu sejak dari Kesultanan Demak, Pajang, selanjutnya ke Mataran Islam, Dhandang Kanjeng Kyai Dhuda terus di jaga sebagai pusaka keraton yang sangat di sakralkan.

(red)

 

close