Gelar Doa Untuk Bangsa, Ketua Yayasan UNDHA AUB Berharap Adanya Kesadaran Kolektif Kembali Pada Pancasila

 


METROKOTA- Menyikapi situasi dan kondisi bangsa saat ini di tengah maraknya demo menuntut reformasi DPR dan pengesahaan RUU perampasan asset yang berujung merengut korban jiwa, baik dari para pendemo maupun pihak apparat kepolisian, Ketua Yayasan Dharma Pancasila Universitas AUB Surakarta, Minggu malam (31/8) menggelar doa untuk bangsa di pojok kebangsaan yayasan Undha AUB Surakarta.

Doa di gelar secara sederhana namun tidak mengurangi esensi dari kesakralan dan rasa kepihatinan para akademisi terhadap kondisi bangsa akhir akhir ini.

Dalam doa kebangsaan tersebut Anggoro berharap, bangsa Indonesia senantiasa di jauhkan dari perpecahan. Di berikan kesadaran kolektif, khususnya para pejabat dan wakil rakyat di dalam mengemban amanah rakyat.

Sebab amanah tersebut tidak hanya harus di pertanggung jawaban kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di republic ini, tetapi juga harus di pertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kelak di akherat nanti.  

Secara prihatin, Akademisi UNDHA AUB tersebut menyampaikan rasa duka cita yang mendalam kepada semua keluarga korban.

‘Kepada keluarga korban yang di tinggalkan, mudah mudahan di berikan ketabahan dan kekuatan’, demikian di sampaikan Dr. Anggoro dalam rasa duka citanya.

Sementara itu menyikapi maraknya demo mahasiswa dan masyarakat yang berlangsung di berbagai daerah di tanah air, Anggoro berujar, menyampaikan  aspirasi melalui demo sudah di atur dalam undang undang. 

Namun jangan sampai aksi tersebut berlanjut pada tindakan anarkis merusak fasilitas umum, karena dampak yang di rugikan adalah masyarakat itu sendiri.

DPR harus peka terhadap tuntutan rakyat dan mahasiswa. Jangan melakukan gaya hidup hedon di tengah kesulitan ekonomi yang di hadapi masyarakat saat ini. Kesenjangan sosial yang makin jauh antara wakil rakyat dan rakyat yang notabene mereka adalah perwakilanya, membuat masyarakat semakin jengah dengan perilaku yang di buat oleh para wakil rakyat.

Apalagi cara komunikasi yang di bangun kurang mempertontonkan empati di tengah situasi dan kondisi ekonomi yang serba sulit. Belum lagi tingginya angka kenaikan pajak yang semakin membuat rakyat semakin sulit.  

Semua pihak imbuh Anggoro, harus bisa menahan diri, mengedepankan nilai persatuan dan kesatuan, serta mau mawas diri.

Karena semakin jauhnya perilaku para wakil rakyat dari nilai nilai Pancasila, maka aturan yang mereka buat hanya akan mementingkan kelompok semata.

Pancasila sebagai dasar Negara hendaknya di jadikan landasan dalam membuat undang undang dan peraturan. Agar peraturan yang mereka buat selalu mengedepankan nilai gotong royong, sehingga tidak hanya baik untuk rakyat, tetapi juga pemerintah.

Selain Pancasila, setiap produk peraturan harus sejalan dengan Undang Undang Dasar 1945. Agar semua sejalan dengan kepentingan bangsa yakni, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Semakin jauhnya bangsa ini dari Pancasila, akan membuat kesenjangan sosial antara penguasa dan rakyat semakin jauh. Sebab kesadaran kolektif terhadap kemakmuran bangsa dan negara sudah hilang.

Pancasila menjadi dasar negara oleh para pendiri bangsa karena mereka memahami, jika hanya Pancasila yang dapat menyatukan seluruh perbedaan adat istiadat kesukuan. Pancasila adalah simbol toleransi dan kegotong royongan.

Oleh karena itu semua hal dan perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara hendaknya harus menjadikan Pancasila sebagai arah dan tujuan, sehingga tidak akan menimbulkan perpecahan.

Memiliki rasa kebersamaan, saling menghargai dan menghormati, saling berbagi dengan mengedepankan nilai kemanusiaan yang berkeadilan dan beradab. Senantiasa menjadikan kebaikan bagian dari pengamalan nilai nilai berketuhanan.

Ketua Yayasan UNDHA AUB Surakarta berharap, seluruh elemen bangsa bersatu jangan mau di pecah belah dan terprovokasi. Selalu mengedepankan rasa gotong royong, sebab hanya dengan kebersamaan bangsa ini mampu mengatasi segala kesulitan yang di hadapi. 

(tok)

   

 

 

close