Ketua Yayasan UNDHA AUB Surakarta: Pendidikan Yang Baik Harus Berpijak Pada Prinsip Kebangsaan

Dr. Anggoro Panji Nugroho, M.M , KetuaYayasan UNDHA AUB Surakarta
 

PENDIDIKAN-Tanggal 2 Mei merupakan peringatan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) Meski bukan hari libur nasional, namun tanggal tersebut sangat bermakna bagi perjalanan dunia pendidikan di Indonesia.


Tanggal 2 Mei dipilih menjadi HARDIKNAS karena bertepatan dengan hari lahir Ki Hajar Dewantara, pahlawan nasional sekaligus menteri pendidikan pertama Indonesia yang mencetuskan nilai nilai dasar pendidikan berkarakter sesuai dengan jatidiri bangsa.


Sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan jasa-jasanya, Presiden Soekarno menetapkan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 305 Tahun 1959, yang dikeluarkan pada 28 November 1959.


BACA JUGA : Mengurai Ketimpangan PMB Antara PTS dan PTN


Di moment HARDIKNAS 2025 ini kita harus berani menengok jauh kebelakang, apakah dunia Pendidikan di Indonesia saat ini sudah semakin jauh melenceng dari nilai nilai luhur yang pernah di tanamkan oleh Ki Hajar Dewantara, ataukah masih berpegang teguh pada ajaran Pendidikan Ki Hajar Dewantara.


Pendidikan tak hanya memiliki peran sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi lebih dari itu, dunia Pendidikan juga memiliki peran di dalam membentuk karakter dan jatidiri masyarakat sebuah bangsa.


Oleh karena itu, sebagai upaya turut serta membentuk karakter dan jatidiri masyarakat, maka kurikulum dunia Pendidikan harus di lakukan secara berkelanjutan melalui prinsip prinsip dasar kebangsaan.


Prinsip tersebut bukan berarti menolak pendidikan dari luar, namun lebih untuk memberikan penguatan dasar  intelektual, emosional dan spiritual. Sehingga generasi muda mampu menerima dan menyaring ilmu dari berbagai sumber dengan baik dan bijak.


Cita cita Indonesia  emas 2045 tidak cukup hanya berdikari di bidang ekonomi, namun juga harus mencetak generasi emas, unggul dan bermartabat, demikian di sampaikan oleh ketua Yayasan Dharma Pancasila, UNDHA AUB Surakarta, Dr. Anggoro Panji Nugroho, M.M,  di moment Hari Pendidikan Nasional 2025.


Dunia pendidikan di Indonesia saat ini harus kembali pada dasar kebangsaan seperti yang pernah di tanamkan oleh bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.


Bangsa yang besar kata Dr. Anggoro Panji Nugroho, M.M, adalah bangsa yang memiliki karakter kuat, memiliki kompetensi tinggi yang tumbuh dan berkembang dari dunia Pendidikan yang menerapkan nilai nilai luhur berbangsa dan bernegara.


Sebab hanya dengan karakter yang kuat  banga ini memiliki jatidiri yang kokoh.


Ki Hajar Dewantara mengajarkan pada kita, Pendidikan yang baik harus berpijak pada prinsip kabangsaan. JIkalau pengajaran tersebut tidak berdasar kenasionalan, maka anak anak akan jauh kecintaanya pada bangsa. Mereka makin lama akan terpisah atau bahkan bisa menjadi lawan.


Saat ini kita mulai merasakan lunturnya rasa nasionalisme tersebut, dimana mereka semakin mengagumi berbagai produk dan budaya yang berasal dari luar atau asing. Mereka lupa dengan nasionalismenya, kecintaaanya pada tanah air.


Ki Hajar Dewantara memberikan gagasan tiga pusat Pendidikan yang dapat kita lakukan dalam implementasi pengajaran untuk para generasi muda.


Yang pertama Pendidikan oleh dan di peroleh dari keluarga. Selanjutnya Pendidikan oleh dan di peroleh dari pendidik,  kemudian Pendidikan oleh dan diperoleh dari Masyarakat. Keberhasilan pendidikan sangat di tentukan oleh tiga aspek tersebut.


Tiga aspek tersebut harus saling mengisi segala kekurangan yang ada.  Sebab pengajaran akan berhasil apabila tri pusat Pendidikan berjalan dengan baik. Begitupun dalam hal kepemimpinan, Ki Hajar Dewantara mengajarkan filosofi ‘ Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madaya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.


Seorang pemimpin saat berada di depan harus dapat menjadi contoh bagi rakyatnya. Saat berada di tengah harus mampu memberi motivasi dan inspirasi untuk rakyatnya. Sedangkan saat berada di belakang senantiasa memberikan kekuatan dan dorongan kepada rakyatnya.


Konsep dasar kepemimpinan tersebut selaras dengan Tri Dharma Mangkunegara I yaitu, ‘ Rumangsa melu Handarbeni, Wajib Melu Hanggondeli, Mulat Sarira Hangrasawani’.


Rumangsa Melu Handarbeni,  wajib merasa memiliki. Seorang pemimpin dan rakyat harus wajib sama sama memiliki kecintaan yang besar pada bangsa dan negara. Sebab hanya dengan rasa kecintaan yang besar, maka negara akan menjadi kuat, mampu menghalau segala tantangan dan ujian.


Wajib Melu Hanggondeli, seorang pemimpin dan rakyat harus sama sama memiliki kewajiban mempertahankan dan memperjuangkan bangsa dan negara. Tidak hanya saat berperang melawan musuh, namun juga berjuang dalam rangka mencerdaskan bangsa.


Mulat Sarira Hangrasawani, seorang pemimpin harus berani intropeksi atau mawas diri. Begitupun rakyat yang di pimpinya, harus juga berani mawas diri. Seorang pemimpin yang baik harus di akui kebaikan dan keberhasilanya. Jika salah katakan salah, jika benar katakan benar. Pemimpin harus mau di kritik, akan tetapi sampaikan kritik tersebut dengan baik, juga atas dasar solusi untuk perbaikan.


Jika prinsip dasar Pendidikan gagasan Ki Hajar Dewantara tersebut dapat di implementasikan dalam kurikulum yang berkelanjutan, maka Indonesia Emas 2045 akan terwujud. Begitupun konsep dasar kepemimpinan Tri Dharma Mangkunegara I, jika di impelementasikan secara benar oleh para pejabat di daerah sampai dengan pusat dan para penguasa partai politik, Indonesia akan menjadi sangat kokoh dan kuat.


Kemanunggalan rakyat dan pemimpin, akan melahirkan generasi unggul beradab dan bermartabat. Begitupun dalam hal kepemimpinan, akan lahir para pemimpin pemimpin yang dapat menjadi para penerus pendahulu pendahulunya.


Sementara itu implementasi kepemimpinan dalam pendidikan, seorang pendidik harus memiliki rasa ihklas mengasuh dan membimbing melalui system among.


Pendidikan melalui system kekeluargaan, bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan.  Sehingga seorang pendidik harus mau meluangkan waktunya untuk mendidik setiap saat, seperti halnya dalam lingkup keluarga, tidak sebatas pada jam jam efektif belajar.


Oleh sebab itu pengajaran pendidikan sebaiknya di lakukan dalam suasana kekeluargaan.


Pendidikan harus di lakukan secara berimbang untuk mengembangkan kecerdasan dengan kepribadian.  Kecerdasan tanpa kepribadian hanya akan mencetak anak pintar menjadi buruk. Begitupun sebaliknya, kepribadian tanpa kecerdasan akan menjadikan anak baik tetapi bodoh.


Akademisi UNDHA AUB Surakarta ini menegaskan, Lembaga Pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan masyarakat, baik Lembaga perguruan negeri maupun swasta. Oleh karenanya sudah seharusnya negara melindungi dan mempertahankan keberadaan perguruan swasta yang sudah banyak ikut andil dalam mencerdaskan bangsa./ (Tok)

 

close