Mengurai Ketimpangan PTS dan PTN Dalam Penerimaan Mahasiswa Baru

 

Dr. Anggoro Panji Nugroho,M.M


PENDIDIKAN-Setiap tahun seakan enggan berhenti persoalan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).


Dari mulai system pendaftaran mandiri yang di lakukan secara berjilid jilid oleh PTN hingga mempersempit ruang perolehan mahasiswa baru di kampus PTS, sekarang tengah di sorot lagi oleh anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Nasdem, Lita Machfud Arifin, yang mengungkapan adanya salah satu PTN menerima lebih dari 30ribu mahasiswa baru, sehingga banyak kampus swasta unggulan yang ada di sekitarnya harus gigit jari.


Fenomena tersebut sebenarnya banyak dialami kampus  swasta di berbagai daerah. Tak hanya kebijakan pembatasan kuota penerimaan mahasiswa baru di PTN yang harus dilakukan,  namun masa penerimaan juga harus di batasi, baik negeri maupun swasta, agar rasio dosen dan mahasiswa seimbang.


Kebijakan Kemendiktisaintek yang di nilai kurang berpihak pada kampus swasta tentu banyak menuai kritik. Bahkan saat rapat kerja antara Komisi X DPR RI dengan Kemendiktisaintek, Lita Machfud Arifin meminta agar Kemendiktisaintek membatasi jumlah kuota penerimaan mahasiswa baru di kampus negeri.


Sementara itu, akademisi sekaligus ketua Yayasan Dharma Pancasila, Dr. Anggoro Panji Nugroho, M.M mendukung langkah pembatasan PMB di kampus negeri.


‘ Sebab jika tidak di batasi, kampus swasta hanya akan menjadi penonton. Lambat laun akan tutup’ Ujarnya


Pemerintah sebagai regulator harusnya memahami persoalan di lapangan. Tidak membiarkan terjadinya monopoli dalam penerimaan mahasiswa baru. PTS dan PTN memiliki peran yang sama dalam mencerdaskan bangsa.


Bahkan secara history, banyak kampus kampus swasta yang lebih dulu berdiri dan berjuang merintis pendidikan tinggi di berbagai daerah.


History peran kampus swasta tersebut hendaknya di ingat dan di pertahankan keberadaanya. Tidak justru di lemahkan melalui system yang kurang berpihak pada Perguruan Tinggi Swasta. 


Pemerintah kata Anggoro harus menciptakan iklim persaingan yang sehat agar PTS dapat terus berkembang, serta memberikan kontribusi positif bagi dunia Pendidikan, termasuk pemberian bantuan dan fasilitas yang adil.


Pemerintah juga harus mendorong sinergi antara PTS dengan Pemerintah Daerah untuk memastikan peran aktif kampus swasta dalam pembangunan di daerah dan nasional.


Apalagi seluruh system penerimaan mahasiswa baru saat ini sudah menggunakan digitalisasi, sehingga kemudahan akses, praktis  dan efisiensi  dapat di lakukan. Begitu juga pembatasan kuota penerimaan mahasiswa baru antara PTN dan PTS juga dapat di lakukan melalui digitalisasi.


Kurang maksimalnya pemanfaatan teknologi digitalisasi dalam dunia pendidikan juga dapat di rasakan di berbagai daerah, salah satunya di Kota Solo. Saat penerimaan siswa baru tahun ajaran 2025 ini, sekolah tersebut hanya menerima 1 orang murid saja.


Hal itu tentu sangat ironi sekali. Melalui system digitalisasi dan data kependudukan terpadu, pemerintah seharusnya memahami jumlah data penduduk di daerah. Tak terkecuali angka jumlah sekolah yang ada di setiap wilayah mereka.

 

Sehingga melalui data tersebut pemerintah dapat membagi kuota siswa baru yang ada di tiap tiap wilayah, agar tidak terjadi ketimpangan.


Di tengah gejolak permasalahan pendidikan yang ada saat ini, jurang ketimpangan antara PTN dan PTS kian nyata makin lebar. Bagi sebagian PTS, pokok masalah yang ada sangat kompleks. Jika dibiarkan terus terjadi maka sistem pendidikan tinggi di Indonesia akan kehilangan keseimbangannya.


Lembaga pendidikan akan kehilangan kemampuan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, karena hanya bergerak satu arah saja. Tidak semua berkontribusi dalam mencerdaskan bangsa. Dunia Pendidikan tinggi juga akan jauh dari nilai nilai Pancasila.


Menurunya jumlah pendaftar di PTS bukan sebuah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan dari akar komplek kebijakan yang harus di kritisi, agar semua Lembaga Pendidikan dapat berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara.


Meski di akui Anggoro, PTN lebih memiliki daya tarik untuk mahasiswa baru.


Oleh karena itu didalam menghadapi persaingan tersebut, PTS harus memperkuat layanan pendidikan melalui inovasi. Pemerintah bersama Lembaga Pendidikan, baik perguruan tinggi maupun dasar dan menengah harus bergotong royong untuk menciptakan sinergitas demi terwujudnya Indonesia Emas yang cerdas dan bermartabat.  / Tok

 



 

close