Dr. Anggoro MM, Nilai Adiluhung Dalam Tradisi Hajad Dalem Jumenengan Raja Di Keraton Surakarta

 



BUDAYA-Tradis hajad dalem tingalan  jumenengan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoe Boewono XIII ke 21 di Sasana Sewaka, merupakan adiluhung budaya di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. (Sabtu,25/01)

' Jumenengan tidak hanya sebagai simbol kewibawaan keraton selaku pemangku adat budaya Jawa, namun juga memiliki nilai keluhuran tradisi yang secara tidak langsung dapat menjadi cahaya budaya untuk bangsa.dan negara Indonesia demikian di sampaikan oleh Ketua Pusat Lembaga Kabudayan Jawi, Dr. Anggoro Panji Nugroho, M.M



Jumenengan kata Anggoro, merupakan tradisi adat yang sudah ada ribuan tahun silam. Bahkan sejak sebelum berdirinya kerajaan Mataram Islam di tanah jawa, tradisi tersebut sudah ada dan di lakukan oleh raja raja di Nusantara secara turun temurun..

Oleh karena itu,  tradisi jumenengan hendaklah terus di lestarikan. Sebab selain untuk melestarikan budaya,  dalam jumenengan juga terdapat nilai manunggaling kawula gusti, kedekatan antara raja dan kawulanya.

Dalam tradisi jumenengan  raja adalah sosok penting yang mengatur keberlangsungan dan keselarasan alam semesta. Sebab tak sembarang orang bisa menjadi raja, apalagi raja di keraton Mataram Islam yang memiliki kaitan erat dengan berbagai unsur kekuatan astral di tanah jawa.

Unsur kekuatan astral tersebut salah satunya terlihat dalam penampilan  tari sakral bedaya ketawang yang di tarikan oleh sembilan orang penari, sebagai bukti nyata kedekatan keraton Kasunanan Surakarta dengan penguasa laut selatan. 

Ikatan teraebut di bangun sebagai cara untuk menjaga keselarasan dan keberlangsungan hidup Keraton Mataram beserta para kawulanya.

 

close