-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Keraton Surakarta Gelar Wilujengan Mahesa Lawung Di Alas Krendawahana

10/20/2025 | 10/20/2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-20T07:37:54Z
Dokumn 
Dokumentasi Upacara Sesaji Mahesa Lawung tahun 2017/ Foto: Metrosurakarta


BUDAYA-Bertepatan pada penanggalan jawa 27 Rabiul Akhir 1959, (Senin, 20 Oktober 2025) Keraton Kasunanan Surakarta menggelar prosesi adat wilujengan mahesa lawung di Alas Krendawahana, Gondangrejo, Karanganyar.


Tradisi adat yang di gelar setiap tahun tersebut merupakan wujud raya syukur Keraton Kasunanan Surakarta beserta para kawulanya, sekaligus untuk menjaga hubungan keselarasan dan keseimbangan alam semesta, antara manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan Sang Maha PenciptaNya.


Di himpun dari berbagai sumber literasi pustaka keraton, wilujengan mahesa lawung sudah di lakukan sejak jaman dulu dengan nama sesaji Rajaweda, yang di awali pada masa Prabu Sitawaka berkuasa di Kerajaan Gilingaya.


Di kisahkan pada masa itu Kerajaan Gilingaya tengah di landa wabah pagebluk penyakit dan kematian. Rakyat Gilingaya tanpa henti di serang wabah kematian. Pagi sakit sore mati, sebaliknya jika sore terserang penyakit, keesokan harinya meninggal dunia.


Setiap hari kematian datang silih berganti, hingga membuat Prabu Sitawaka tak mampu berbuat banyak. Ia lantas meminta pertolongan kepada Brahmana Radi yang di tandai dengan sengkalan ‘Pujaning Brahmana Guna’ atau angka tahun 378.


Tak lama setelah bertemu dengan Prabu Sitawaka, Brahmana Radi kemudian menggelar upacara penumbalan sesaji bertepatan pada masa pergantian tahun. Ia meminta seluruh rakyat Gilingaya membuat barikan sebagai sarana untuk penolak balak.


Pemberian sedekah sesaji pada masa itu di kenal dengan nama Gramawedha yang maknanya, wujud rasa syukur kepada Hyang Widhi, yang saat itu bertepatan dengan upacara sesaji rajawedha.


Tak selang lama setelah upacara pemberian sesaji tersebut di lakukan, Kerajaan Gilingaya terbebas dari wabah penyakit dan kematian.


Seiring dengan berjalanya waktu, wilujengan mahesa lawung akhirnya terus berlanjut dari zaman ke zaman hingga ke Keraton Mataram Islam.


Sementara itu bagi Keraton Kasunanan Surakarta, Alas Krendawahana merupakan satu dari empat pancer tanah jawa selain, Gunung Lawu di timur, Alas Krendawahana di utara, Gunung Merapi di sebelah barat dan Segara Kidul di Selatan.


Masing masing pancer tersebut memiliki penguasa ghaib antara lain Sunan Lawu di Gunung Lawu, Betari Kalayuwati di Alas Krendawahana, Eyang Gadung Melati di Gunung Merapi dan Ratu Kencanasari di Laut Selatan.


Empat pancer tersebut oleh Keraton Kasunanan Surakarta di jaga dan di lestarikan dengan cara memberikan sedekah sesaji setiap waktu tertentu, sebagai upaya menjaga harmonisasi keseimbangan alam demi terwujudnya tatanan kehidupan yang saling menjaga atau memayu hayuning bawana.


Sementara itu dari sumber literasi serat kuna di ceritakan, alas krendawahana adalah kahyanganya Betari Durga, sedangkan yang berkuasa menjadi ratu adalah Betari Kalayuwati, putri Betari Durga.


Wilujengan Mahesa Lawung di alas krendawahana di lakukan dengan cara menanam kepala kerbau sebagai sarana atau tumbal keselamatan negari, agar di jauhkan dari wabah pegebluk dan penyakit.


Selain kepala kerbau sebagai tumbal utama, juga terdapat berbagai macam sesaji yang khusus di peruntukan hanya pada saat wilujengan mahesa lawung di gelar.

(tok)





 

 

Pariwisata

Hukum

×
Berita Terbaru Update